Febris ( Thypoid )
a.
Pengertian
Febris atau
demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2ºC. Hiperpireksia adalah
suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2 ºC atau lebih.
Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu
tubuh secara abnormal.
Demam typoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh
hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000:
432).
Demam typoid adalah penyakit infeksi
bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus, dan jika tidak di obati
secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh”. (Tambayong, 2000:
143).
Demam typoid adalah penyakit menular
yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem
retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi
nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandai adanya demam
7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
(Soegijanto, 2002: 1).
Tipe demam yang mungkin dijumpai antara
lain :
1. Demam septic
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada
pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara
dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa
hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
b.
Etiologi
Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421)
etiologi dari demam typoid adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid
disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis
bioseratife para typhi B, salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini
lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan
salmonella hirscfeldii.
Menurut Ruth F, Craven dan Constance J,
Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari demam typoid adalah bakteri Salmonella
typhi.
Menurut Lewis, Et al (2000: 192)
Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi.
c.
Manifestasi
Klinis
Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011)
tanda dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare
dan muntah.
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah
typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan
reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422).
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam
typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20
hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan
jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang
biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat
febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali.
2. Gangguan
Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih
kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
3. Gangguan
Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu
apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat
ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan
pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
d.
Patofisiologi
Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman
setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus
halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah
menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe
masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES)
terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES
dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9
hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia
sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung
empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu
ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini
kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik
antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281).
Demam typoid disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang
beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam.
e.
Pathways
f.
Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005: 241),
komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang
terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
1.
Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat
dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2.
Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen
abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3.
Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena
lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu
Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan
yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
g.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang
diperiksa adalah:
1.
Jumlah
leukosit (biasanya terdapat leukopenia).
2.
Selama
minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.
3.
Biakan
tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.
4.
Biakan
sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negative
5.
Titer
agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat
selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa
mungkin terjadi pada tes widal).
Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421),
biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3
minggu memastikan diagnosis demam typoid.
Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa
pemeriksaan Laboratorium melalui:
1.
Pemeriksaan leukosit
Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering
dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk
diagnosis demam typoid.
2.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat,
tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT
ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3.
Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam
typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid.
4.
Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi
antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang
pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi
terhadap demam typoid.
Dari pemeriksaan widal, titer antibodi
terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara
masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi
positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies
salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi
pada biakan empedu yang diambil dari darah klien (Mansjoer, 2000: 433).
Akibat infeksi oleh kuman salmonella
typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:
1. Aglutinin
O, yang dibuat karena rangsangan
antigen (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin
H, berasal dari rangsangan antigen H
(berasal dari flagella kuman).
3. Aglutinin
Vi, karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi
titernya makin besar klien menderita typoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji
widal:
Faktor yang berhubungan dengan
klien:
1. Keadaan
umum: gizi buruk dapat menghambat
pembentukan antibodi.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
2. Penyakit-penyakit
tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
3. Pengobatan
dini dengan antibiotika:
pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
4. Obat-obatan
imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan
antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
5. Vaksinasi
dengan kotipa atau tipa:
seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H
dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2
tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi
kurang mempunyai nilai diagnostik.
6. Infeksi
klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil
uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
7. Reaksi
anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan
titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam
yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.
h.
Masalah
Keperawatan/Kolaboratif
1.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan tidak adekuat intake cairan.
2.
Resiko
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairanberlebih (Demam, berkeringat
banyak, nafas mulut / hiperventilasi dan muntah).
3.
Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi salmonella typosa/typhi.
i.
Penatalaksanaan
Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan
mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan
ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol,
ampicilin dan cloramphenicol.
Pengobatan demam typoid terdiri atas
3 bagian, yaitu:
1. Perawatan
Pasien
demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
2.
Diet
Di masa
lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring
tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau
perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam typoid.
3.
Obat
Obat-obatan
antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
a)
Kloramfenikol,
dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama
demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi
4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.
b)
Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
c)
Ampicilin
dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan
leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas
demam.
d)
Kontrimoksazol
(kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama
dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan
sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.
e)
Sepalosporin
generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi
ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam
typoid.
f)
Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain
dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat
simtomatik antara lain:
a) Antipiretika tidak perlu diberikan
secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.
b) Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps (Sjaifoellah, 1996: 440).
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps (Sjaifoellah, 1996: 440).
j.
Fokus
Intervensi Keperawatan
a. DP 1 :
Difisit
volume cairan berhubungan dengan tidak adekuat intake cairan (Carpenito Lynda
Jual, 1995).
NOC :
Volume
cairan dan elektrolit menjadi seimbang dan adekuat
NIC :
1. Monitor intake dan output cairan.
2. Anjurkan pasien banyak minum.
3. Monitor KU pasien.
4. Monitor tetesan infus.
b. DP 2 :
Resiko Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairanberlebih (Demam, berkeringat banyak, nafas mulut /
hiperventilasi dan muntah).
NOC :
Nutritional
Status
NIC :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhka pasien.
2. Kaji alergi makanan
3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori.
c.
DP 3 :
Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi salmonella typosa/typhi. (Lynda Jual, 1998)
NOC :
1. Pasien akan mencapai suhu tubuh yang
normal
2. Pasien mengatakan badan tidak demam
lagi.
3. TTV dalam batas normal.
NIC :
1.
Kaji
sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermi.
2.
Jelaskan
penyebab terjadinya hipertermi.
3.
Jelaskan
upaya-upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu pasien untuk melaksanakan
upaya tersebut :
a)
Beri
kompres dingin.
b)
Anjurkan
pasien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
c)
Ciptakan
suasana yang tenang.
d)
Ganti
pakaian dan alat tenun jika basah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar