Jumat, 14 Desember 2012

RESPON IMUN TERHADAP PENYAKIT RHEUMATOID ARTHRITIS



PEMBAHASAN
A.    Definisi
Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun dimana system imun tidak bisa membedakan jaringan sendiri denganbenda asing.
Rheumatoid arthritis (RA) adalah gangguan kronis, inflamasi sistemik yang dapat mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang sendi menghasilkan sinovitis inflamasi yang sering berkembang menjadi perusakan tulang rawan artikular dan ankilosis sendi.

Gb. Foto rougten pasien RA
Artritis Rematoid










B.     Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab  utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1.         Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2.         Endokrin
3.         Autoimun
4.         Metabolik
5.         Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
C.    Manifestasi Klinis
1.      Pegal tulang sendi
Salah satu gejala yang paling dominan dari rheumatoid arthritis adalah sakit pada sendi. Orang sering berpikir nyeri mereka adalah karena kelelahan atau osteoarthritis, Jenis rematik yang umum pada usia lanjut. Perasaan sakit ini juga bisa salah didiagnosa sebagai fibromyalgia atau sindrom kelelahan kronis (kelelahan merupakan gejala dari RA).
 Nyeri sendi akibat RA sendiri bisa berlangsung lama, biasanya lebih lama dari seminggu. Hal ini juga dapat simetris, yang berarti kedua tangan, kaki, lutut, atau pergelangan kaki akan terkena dampak pada waktu yang sama


2.      Kekakuan di pagi hari
Karakteristik lain dari rheumatoid arthritis adalah kekakuan pada sendi di pagi hari. Sekali lagi, ini juga merupakan masalah umum pada osteoartritis, yang dapat menyebabkan rasa sakit setelah jangka waktu yang lama tidak aktif, seperti tidur. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa nyeri osteoarthritis biasanya mereda dalam waktu sekitar satu jam setengah. Kekakuan dari rheumatoid arthritis akan berlangsung lebih lama lagi. Olahraga dapat membantu mengurangi kekakuan untuk orang dengan RA dan nyeri osteoarthritis.
3.      Sendi Terkunci
Orang dengan RA kadang-kadang dapat mengalami sendi terkunci, terutama di lutut dan siku. Hal ini terjadi karena ada begitu banyak pembengkakan pada tendon sekitar sendi, sehingga sendi tidak dapat menekuk. Hal ini dapat menyebabkan kista di belakang lutut yang dapat membengkak dan menghambat gerak.
4.      Benjolan kecil
Ini adalah pabrik benjolan yang tumbuh di bawah kulit dekat sendi yang terinfeksi. Benjolan ini sering muncul di bagian belakang siku, dan kadang-kadang orang juga bisa menemukannya di mata. Gejala ini umum terjadi pada orang yang sudah mengalami rheumatoid arthritis stadium berat, namun kadang-kadang muncul lebih awal. Benjolan ini juga bisa diartikan encok, bentuk lain dari arthritis.

D.    Respon Imun Terhadap Prnyakit Reumatoid Artritis
Diduga penyakit ini disebabkan atau diawali oleh infeksi, salah satu yang di duga penyebabnya adalah virus Epstein-Barr (EBV) walaupun bukti kearah itu belum nyata. Dugaan ini timbul karena EBV dapat menyebabkan infeksi laten dan persisten, dan dapat menyebabkan ploriferasi limfosit B in vitro. Pengendalian infeksi EBV sangat bergantung pada kemampuan limfosit T untuk menghancurkan limfosit B yang terinfeksi EBV, karena itu sangat diperlukan pengenalan terhadap sel self. Set T pada penderita atritis rheumatoid ternyata tidak mampu mengenali sel B yang terinfeksi, yang hal ini dikaitkan pada kelainan gen respon imun.
Interaksi antar faktor rheumatoid dengan Fc-IgG dan C1q membentuk kompleks, yang bila terdapat pada sendi akan mengawali terjadinya reaksi arthus. Sel-sel polimorfonuklear akan melepaskan enzim lisozom, termasuk proteinase dan kolagenase yang dapat merusak tulang rawan sendi. Kompleks itu juga akan merangsang sel-sel sinofial yang mirip makrofag untuk melakukan fagositosis. Sebaliknya magrofag merangsang limfosit T  untuk melepaskan berbagai limfokin, salah satu diantaranya adalah fibroblast stimulating faktor yang merangsang proliferasi fibroblast, dan faktor kemotaktik yang menarik granulosit ke tempat terjadinya kerusakan. Makrofag yang teraktivasi melepakan berbagai mediator diantaranya plasmiogen, interleukin-1 dan prostaglandin E2 (PGE2) yang dapat mengaktifasi osteoklas sehingga terjadi respon tulang dan mengakibatkan rheumatoid arthritis yang lebih parah.














Rounded Rectangle: Magrofag mengaktivasi plasminogen, iterleukin-1 prostaglandin E2Rounded Rectangle: REUMATOID ARTRITSRounded Rectangle: OsteoklasRounded Rectangle: Limfost T melepaskan limfokin fibroblast stimulation faktorRounded Rectangle: Proliferasi fibroblast & faktor kemotaktikRounded Rectangle: Merangsang membrane sinofial yang mirip magrofag untuk melakukan fagositosisRounded Rectangle: Sel poli nuclear melepas enzim lisozomRounded Rectangle: Reaksi arthusRounded Rectangle: Interaksi antar faktor rheumatoid dg Fc- IgG dan C1qRounded Rectangle: Harus ada pengenalan terhadap sel selfRounded Rectangle: Kelainan gen pada sis. ImunRounded Rectangle: Sel T tdk mampu mengenali limfosit B yang terinfeksi EBVRounded Rectangle: Limfosit T teraktifasi utk menghancurkan virus EBV yg menginfeksi limfosit BRounded Rectangle: Proliferasi linfosit B infitroRounded Rectangle: Infeksi laten dan persistenRounded Rectangle: Virus Epstein Barr  (EBV)BAGAN RESPON IMUN TERHADAP PENYAKIT REUMATOID ARTRITIS

























E.     Pengobatan Terhadap Sisitem Imun
Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (AINS) mampu  menghambat sintesis mediator nyeri  prostaglandin. Khasiat suatu AINS sangat ditentukan kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin melalui hambatan aktivitas COX. Dari penelitian Duffy dkk (2003) diketahui bahwa kadar PGE2 penderita rematik di plasma berkurang setelah pemberian diklofenak (dari 28.15 +/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/- 2.86 ng/mL setelah 4 jam pemberian) dan nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74 +/- 2.71 ng/ mL setelah 2 jam pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian diklofenak dan nimesulide (dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam pemberian) bahkan pada pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan. sinovium dapat turun menjadi 61 +/- 24 pg/ mL. Aspirin dan meloxicam juga mampu menurunkan kadar prostaglandin di darah dan cairan sinovium (Jones dkk, 2002).
Nyeri inflamasi seperti yang dikeluhkan penderita rematik, bukan semata-mata akibat peningkatan mediatar inflamasi prostaglandin. Berbagai mediator inflamasi lain (misalnya bradikinin) dan sitokin (TNF-alfa dan interleukin) turut serta dilepaskan dan berperan serta dalam mencetuskan nyeri inflamasi. Interleukin-1beta, suatu proinflammatory cytokine, menyebabkan pembebasan secara perlahan PGE2. Sebaliknya, bradikinin, suatu mediator kimiawi pada inflamasi, memacu pembebasan PGE2 dengan cepat.
Naproxen, berbeda dari nimesulide, tidak mampu menghambat ekspresi COX-2 yang dipicu oleh IL-1 beta (Fahmi dkk, 2001). Henrotin dkk (1999) mengkaji efek diklofenak dan nimesulide terhadap produksi prostaglandin dan sitokin pada chondrocyte manusia. Grup peneliti ini membuktikan bahwa produksi PGE-2 dan IL-6 ditekan baik pada chondrocyte yang distumulasi dengan atau tanpa stimulasi IL-1 beta. Pengkajian lanjutan dari grup peneliti ini mendapatkan bahwa seluruh AINS yang diuji mampu menghambat sintesis PGE-2, sementara diclofenak, indomethacin dan nimesulide secara bermakna menghambat produksi IL-6 baik dalam keadaan basal maupun distimulasi dengan IL-1 beta. Celecoxib dan ibuprofen hanya menghambat produksi IL-6 yang distimulasi dengan IL-1 beta, sedangkan piroxicam dan rofecoxib tidak menunjukkan efek yang bermakna. Tak satupun dari AINS yang diuji menunjukkan efek yang bermakna terhadap produksi IL-8 baik dalam keadaan basal maupun terstimulasi dengan IL-1 beta, kecuali celecoxib dan ibuprofen yang mampu meningkatkan produksi IL-8 dalam keadaan basal. Sanchez dkk (2002) berpendapat bahwa mekanisme kerja AINS kelihatannya multifactor dan tidak terbatas pada kemampuan hambatan aktivitas cyclooxygenase. Efek ini memberikan nilai tambah dalam pengobatan jangka panjang nyeri rematik.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar