PEMBAHASAN
A. Definisi
Rheumatoid
arthritis adalah
penyakit
autoimun
dimana system imun tidak bisa membedakan
jaringan sendiri denganbenda asing.
Rheumatoid arthritis (RA)
adalah gangguan kronis, inflamasi sistemik yang dapat mempengaruhi banyak
jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang sendi menghasilkan sinovitis
inflamasi yang sering berkembang menjadi perusakan tulang rawan artikular dan
ankilosis sendi.
Gb. Foto rougten pasien RA
B. Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis
tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan,
hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah
faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke,
2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada
beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1.
Infeksi
streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2.
Endokrin
3.
Autoimun
4.
Metabolik
5.
Faktor
genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid
diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi
terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus
dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II
kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
C. Manifestasi Klinis
1.
Pegal tulang sendi
Salah satu gejala yang paling dominan dari rheumatoid
arthritis adalah sakit pada sendi. Orang
sering berpikir nyeri mereka adalah karena kelelahan atau osteoarthritis, Jenis
rematik yang umum pada usia lanjut. Perasaan sakit ini juga bisa salah
didiagnosa sebagai fibromyalgia atau sindrom kelelahan kronis (kelelahan
merupakan gejala dari RA).
Nyeri
sendi akibat RA sendiri bisa berlangsung lama, biasanya lebih lama dari
seminggu. Hal ini juga dapat simetris,
yang berarti kedua tangan, kaki, lutut, atau pergelangan kaki akan terkena
dampak pada waktu yang sama
2.
Kekakuan di pagi
hari
Karakteristik lain dari rheumatoid arthritis adalah
kekakuan pada sendi di pagi hari. Sekali lagi, ini juga merupakan masalah umum
pada osteoartritis, yang dapat menyebabkan rasa sakit setelah jangka waktu yang
lama tidak aktif, seperti tidur. Perbedaan
antara keduanya adalah bahwa nyeri osteoarthritis biasanya mereda dalam waktu
sekitar satu jam setengah. Kekakuan dari rheumatoid arthritis akan berlangsung
lebih lama lagi. Olahraga dapat membantu mengurangi kekakuan untuk orang dengan
RA dan nyeri osteoarthritis.
3.
Sendi Terkunci
Orang dengan RA kadang-kadang dapat mengalami sendi terkunci,
terutama di lutut dan siku. Hal ini terjadi karena ada begitu banyak
pembengkakan pada tendon sekitar sendi, sehingga sendi tidak dapat menekuk. Hal
ini dapat menyebabkan kista di belakang lutut yang dapat membengkak dan
menghambat gerak.
4.
Benjolan kecil
Ini adalah pabrik benjolan yang tumbuh di bawah kulit dekat
sendi yang terinfeksi. Benjolan ini sering muncul di bagian belakang siku, dan
kadang-kadang orang juga bisa menemukannya di mata. Gejala ini umum terjadi
pada orang yang sudah mengalami rheumatoid arthritis stadium berat, namun
kadang-kadang muncul lebih awal. Benjolan ini juga bisa diartikan encok, bentuk
lain dari arthritis.
D. Respon Imun Terhadap Prnyakit
Reumatoid Artritis
Diduga
penyakit ini disebabkan atau diawali oleh infeksi, salah satu yang di duga
penyebabnya adalah virus Epstein-Barr (EBV) walaupun bukti kearah itu belum
nyata. Dugaan ini timbul karena EBV dapat menyebabkan infeksi laten dan
persisten, dan dapat menyebabkan ploriferasi limfosit B in vitro. Pengendalian
infeksi EBV sangat bergantung pada kemampuan limfosit T untuk menghancurkan
limfosit B yang terinfeksi EBV, karena itu sangat diperlukan pengenalan
terhadap sel self. Set T pada penderita atritis rheumatoid ternyata tidak mampu
mengenali sel B yang terinfeksi, yang hal ini dikaitkan pada kelainan gen respon
imun.
Interaksi
antar faktor rheumatoid dengan Fc-IgG dan C1q membentuk kompleks, yang bila
terdapat pada sendi akan mengawali terjadinya reaksi arthus. Sel-sel
polimorfonuklear akan melepaskan enzim lisozom, termasuk proteinase dan
kolagenase yang dapat merusak tulang rawan sendi. Kompleks itu juga akan
merangsang sel-sel sinofial yang mirip makrofag untuk melakukan fagositosis.
Sebaliknya magrofag merangsang limfosit T
untuk melepaskan berbagai limfokin, salah satu diantaranya adalah
fibroblast stimulating faktor yang merangsang proliferasi fibroblast, dan
faktor kemotaktik yang menarik granulosit ke tempat terjadinya kerusakan.
Makrofag yang teraktivasi melepakan berbagai mediator diantaranya plasmiogen,
interleukin-1 dan prostaglandin E2 (PGE2) yang dapat mengaktifasi osteoklas
sehingga terjadi respon tulang dan mengakibatkan rheumatoid arthritis yang
lebih parah.
BAGAN
RESPON IMUN TERHADAP PENYAKIT REUMATOID ARTRITIS
E. Pengobatan Terhadap Sisitem Imun
Obat
Anti-Inflamasi Non-Steroid (AINS) mampu menghambat sintesis mediator nyeri prostaglandin. Khasiat suatu AINS sangat
ditentukan kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin melalui hambatan
aktivitas COX. Dari penelitian Duffy dkk (2003) diketahui bahwa kadar PGE2
penderita rematik di plasma berkurang setelah pemberian diklofenak (dari 28.15
+/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/- 2.86 ng/mL setelah 4 jam pemberian) dan
nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74 +/- 2.71 ng/ mL setelah 2
jam pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian diklofenak
dan nimesulide (dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam
pemberian) bahkan pada pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan. sinovium
dapat turun menjadi 61 +/- 24 pg/ mL. Aspirin dan meloxicam juga mampu
menurunkan kadar prostaglandin di darah dan cairan sinovium (Jones dkk, 2002).
Nyeri inflamasi seperti yang dikeluhkan
penderita rematik, bukan semata-mata akibat peningkatan mediatar inflamasi
prostaglandin. Berbagai mediator inflamasi lain (misalnya bradikinin) dan sitokin
(TNF-alfa dan interleukin) turut serta dilepaskan dan berperan serta dalam
mencetuskan nyeri inflamasi. Interleukin-1beta, suatu proinflammatory cytokine,
menyebabkan pembebasan secara perlahan PGE2. Sebaliknya, bradikinin, suatu
mediator kimiawi pada inflamasi, memacu pembebasan PGE2 dengan cepat.
Naproxen, berbeda dari nimesulide, tidak
mampu menghambat ekspresi COX-2 yang dipicu oleh IL-1 beta (Fahmi dkk, 2001).
Henrotin dkk (1999) mengkaji efek diklofenak dan nimesulide terhadap produksi
prostaglandin dan sitokin pada chondrocyte manusia. Grup peneliti ini
membuktikan bahwa produksi PGE-2 dan IL-6 ditekan baik pada chondrocyte yang
distumulasi dengan atau tanpa stimulasi IL-1 beta. Pengkajian lanjutan dari
grup peneliti ini mendapatkan bahwa seluruh AINS yang diuji mampu menghambat
sintesis PGE-2, sementara diclofenak, indomethacin dan nimesulide secara
bermakna menghambat produksi IL-6 baik dalam keadaan basal maupun distimulasi
dengan IL-1 beta. Celecoxib dan ibuprofen hanya menghambat produksi IL-6 yang
distimulasi dengan IL-1 beta, sedangkan piroxicam dan rofecoxib tidak
menunjukkan efek yang bermakna. Tak satupun dari AINS yang diuji menunjukkan
efek yang bermakna terhadap produksi IL-8 baik dalam keadaan basal maupun
terstimulasi dengan IL-1 beta, kecuali celecoxib dan ibuprofen yang mampu
meningkatkan produksi IL-8 dalam keadaan basal. Sanchez dkk (2002) berpendapat
bahwa mekanisme kerja AINS kelihatannya multifactor dan tidak terbatas pada
kemampuan hambatan aktivitas cyclooxygenase. Efek ini memberikan nilai tambah
dalam pengobatan jangka panjang nyeri rematik.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar