Selasa, 20 November 2012

Asuhan Keperawatan Menarik Diri





A.    DEFINISI
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ). Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain.
Menurut Townsend, M.C (1998) Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Sedangkan menurut Depkes RI (1989) Penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap. Jadi menarik diri adalah keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan disekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistik. Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Keliat, Budi Anna, dkk, 1997)

B.     FAKTOR PENYEBAB MENARIK DIRI
1.      Faktor Predisposisi
a.       Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang seorang individu, ada perkembangan tugas yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan ini pada masing-masing tahap tumbuh kembang mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya pada fase oral dimana tugas dalam membentuk rasa saling percaya tidak terpenuhi, akan menghambat fase perkembangan selanjutnya.
b.      Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial atau isolasi sosial. Dalam teori ini termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind) dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang sering bertentanggan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga (pingit).
c.       Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan satu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosial). Misalnya pada usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat. Tidak nyata harapan dalam hubungan sosial dengan orang lain merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
d.      Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mengalami perubahan adalah otak misalnya : pada pasien schizofrenia terdapat abnormal dari organ tersebut adalah atropi otak, menurunkan berat otak secara dramatis, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikol (Keliat, 1994) 

Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
a.       Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
b.      Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
c.       Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti.
d.      Teori organisasi kepribadian, menuraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap
e.       Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
f.       Metode ketidak berdayaan yang dipelajari, menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan defresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respons yang adaptif.
g.      Model perilaku berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab defresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
h.      Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa defresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endoksin, hipersekresi kotisol, dan variasi periodik, dem irama biologis.

2.      Faktor Presipitasi
Adapun empat sumber utama stessor yang dapat menentukan gangguan alam perasaan.
a.       Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dilayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka peresepsi pasien merupakan hal yang sangat penting.
b.      Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu episode defresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
c.       Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan defresi, terutama pada wanita.
d.      Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti : infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan diantara obat-obatan tersebut terdapat obat antihipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering disertai dengan defresi. Defresi yang terdapat pada usia lanjut biasanya bersifat kompleks, karena untuk menegakkan diagnosisnya sering melibatkan evaluasi dari kerusakan otak organik, dan defresi klinik (Stiart & Sundeen, 1998)


C.     RENTANG RESPON

Rentang Respon Sosial
 

Respon Adaptif                                                          Respon Maladaptif
 


Menyendiri                                          Kesepian                                      Manipulasi
Otonomi                                              Menarik Diri                                 Impulsif
Kebersamaan                                       Ketergantungan                           Narkisisme
Saling ketergantungan        

Keterangan respon social :

1.      Menyendiri ( Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2.      Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan, dalam hubungaan sosial.
3.      Bekerjasama (mutualism)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4.      Saling Ketergantungan (interdependence)
Merupakan  kondisi   saling   ketergantungan   antara   individu   dengan orang lain  dalam membina hubungan interpersonal.


5.      Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri ,sepi ,tidak adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6.      Menarik diri
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
7.      Ketergantungan ( dependence )
Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
8.      Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
9.      Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
10.  Narcissism
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu.










Rentang Respon Emosional

 

Respon Adaptif                                                                                 Respon Maladaptif                                                                 

 

Kepekaan        Reaksi Berduka           Supresi            Penundaan                  Defresi
Emosiaonal      Takterkomplikasi         Emosi              Reaksi berduka           Mania

Keterangan Respon Emosiaonal :
a.       Kepekaan emosional, mempengaruhi dan berperan aktif dalam dunia internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.
b.      Reaksi berduka tak terkomplikasi, terjadi sebagai respon terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi sesuatu kehilangan yang nyata serta terbenam dalam peroses berdukanya.
c.       Supresi emosi, mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatan dengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif seeorang.
d.      Penundaan reaksi berkabung, adalah ketidakadaan yang persisten respon emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal proses berkabung, dan menjadi nyata pada pengunduran proses mulai terjadi atau keduanya. Penundaan dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.
e.       Defresi, suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit atau klinik.
f.       Mania, ditandai dengan elepati alam perasaan berkepanjangan atau mudah di singgung. Hipomania digunakan untuk menggambarkan sindrom klinik serupa tetapi tidak separah mania atau episode manik. (Stuart dan sundeen, 1998).

D.    TANDA DAN GEJALA MENARIK DIRI
Tanda dan gejala pada pasien dengan menarik diri menurut Keliat (1998) adalah :
1.      Aptis, ekspresi sedih, afek tumpul
2.      Menghindar dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
3.      Komunikasi kurang atau tidak ada, pasien tidak nampak bercakap-cakap dengan pasien lain atau perawat.
4.      Tidak ada kontak mata
5.      Pasien lebih sering menunduk
6.      Berdiam diri dikamar atau tempat terpisah. Pasien kurang mobilitasnya
7.      Menolak berhubungan dengan orang lain
8.      Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
9.      Kurang harga diri
10.  Jika ditanya jawabanya singkat

1.      Aspek Fisik
a.       Makan dan minum kurang
b.      Tidur kurang atau terganggu
c.       Penampilan diri kurang
d.      Keberanian kurang
2.      Aspek Emosi
a.       Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
b.      Merasa malu atau bersalah
c.       Mudah panic dan tiba-tiba marah
3.      Aspek Sosial
a.       Duduk menyendiri
b.      Selalu tunduk
c.       Tampak melamun
d.      Tidak peduli lingkungan
e.       Menghindar dari orang lain
f.       Tergantung pada orang lain
4.      Aspek Intelektual
a.       Putus asa
b.      Merasa sendiri, tidak ada sokongan, kurang percaya diri

E.     PROSES TERJADINYA MASALAH
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari
keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
F.      POHON MASALAH



G.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.       Faktor Predisposisi
1.      Faktor perkembangan
Secara teori, kurangnya stimulasi, kasih sayang dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
2.      Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
3.      Faktor sosiokultural
Isolasi sosial dapat terjadi, salah satunya pada tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
b.      Faktor Presipitasi
Stressor psikologis seperti intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah kerusakan hubungan sosial menarik diri
c.       Prilaku
Tingkah laku klien menarik diri:
Kurang spontan
Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Ekspresi wajah kurang berseri
Afek tumpul
Tidak merawat dan memperhatikan kebersiha diri                                                                                                                                                                                                                                      Komunikasi verbal menurun/ tidak ada.
d.      Fisik
ADL (Aktiviti Daily Life), Masalah nutrisi, kebersihan diri, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang menurun akan muncul pada klien dengan menarik diri.
e.        Status emosi
Afek tidak sesuai merasa bersalah dan malu, sikap negatif yang curiga, rendah diri dan kecemasan berat.
f.       Status social
Menarik diri dan tidak percaya pada orang lain.
2.      Diagnosa Keperawatan
Perubahan sensasi presepsi ; halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum  : Klien   dapat   berhubungan   dengan   orang   lain    dan  lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah
Tujuan Khusus  :
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
Bina hubungan saling percaya :
1.      Sikap terbuka dan empati
2.      Terima klien apa adanya
3.      Sapa klien dengan ramah
4.      Tepati janji
5.      Jelaskan tujuan pertemuan
6.      Pertahankan kontak mata selama interaksi
7.      Penuhi kebutuhan dasar klien saat itu
TUK 2 : Klien   dapat   mengenal   perasaan yang menyatakan perilaku     menarik diri
Intervensi
1.      Kaji pengetahuan klien tentang menarik diri
2.      Beri   kesempatan   pada   klien   untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik  diri
3.      Diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik dirinya
4.      Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkannya
 
TUK 3 : klien  dapat  mengetahui   keuntungan   berhubungan   dengan  orang lain
Intervensi
1.      Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
2.      Dorong  klien  untuk  menyebutkan  kembali  manfaat  berhubungan   dengan orang lain
3.      Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat  berhubungan dengan orang lain
TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Intervensi
1.      Dorong  klien  untuk  menyebutkan  cara berhubungan dengan orang lain
2.      Dorong    dan   Bantu   klien   berhubungan  dengan  orang  lainsecara  bertahap antara lain:
a.       klien – perawat
b.      klien – perawat – perawat lain
c.       klien – perawat – klien lain
d.      klien – kecil (TAK)
e.       klien – keluarga
3.      Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4.      Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien

TUK 5 : Klien   mendapatkan   dukungan   keluarga   dan berhubungan  
               dengan orang lain
Intervensi
a.       Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan anggota keluarga
b.      Dorong klien untuk mengemukakan perasaan tentang keluarga
c.       Beri reinforcement positif atas kemampuan klien     mengungkapkan    perasaannya,   manfaat berhubungan dengan orang lain


















DAFTAR PUSTAKA
Stuart dan Sundeen, Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1998
Townsen, C,.Marry, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, EGC, Jakarta, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar