A.
DEFINISI
Menarik
diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ). Pada
mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman
dalam berhubungan dengan orang lain.
Menurut
Townsend, M.C (1998) Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
Sedangkan menurut Depkes RI (1989) Penarikan diri atau withdrawal merupakan
suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Jadi menarik diri adalah keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam
membina hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung
yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Menarik
diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak mampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan disekitarnya
secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistik. Menarik
diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar.
Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang
ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk
melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik
diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang
dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
(Keliat, Budi Anna, dkk, 1997)
B.
FAKTOR
PENYEBAB MENARIK DIRI
1. Faktor
Predisposisi
a. Faktor
tumbuh kembang
Pada masa tumbuh
kembang seorang individu, ada perkembangan tugas yang harus terpenuhi agar
tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan ini pada
masing-masing tahap tumbuh kembang mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri. Bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya pada fase oral
dimana tugas dalam membentuk rasa saling percaya tidak terpenuhi, akan menghambat
fase perkembangan selanjutnya.
b. Faktor
komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi
dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial atau isolasi sosial. Dalam teori ini termasuk komunikasi yang
tidak jelas (double blind) dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang
sering bertentanggan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga (pingit).
c. Faktor
sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari
lingkungan sosial merupakan satu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma yang dianut oleh keluarga
yang salah, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari
orang lain (lingkungan sosial). Misalnya pada usia lanjut, penyakit kronis dan
penyandang cacat. Tidak nyata harapan dalam hubungan sosial dengan orang lain
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
d. Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mengalami
perubahan adalah otak misalnya : pada pasien schizofrenia terdapat abnormal
dari organ tersebut adalah atropi otak, menurunkan berat otak secara dramatis,
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikol (Keliat,
1994)
Berbagai teori telah
diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini
menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau
dalam kombinasi.
a. Faktor
genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat
keluarga atau keturunan.
b. Teori
agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan
marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
c. Teori
kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda
atau yang sangat berarti.
d. Teori
organisasi kepribadian, menuraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga
diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap
e. Model
kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi
oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan
masa depan seseorang.
f. Metode
ketidak berdayaan yang dipelajari, menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma
menyebabkan defresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali
terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang
respons yang adaptif.
g. Model
perilaku berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang mengasumsi
penyebab defresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi
dengan lingkungan.
h. Model
biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa
defresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endoksin, hipersekresi
kotisol, dan variasi periodik, dem irama biologis.
2. Faktor
Presipitasi
Adapun empat sumber
utama stessor yang dapat menentukan gangguan alam perasaan.
a. Kehilangan
keterikatan, yang nyata atau yang dilayangkan, termasuk kehilangan cinta
seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena elemen aktual dan
simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka peresepsi pasien merupakan hal yang
sangat penting.
b. Peristiwa
besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu episode defresi dan
mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah.
c. Peran dan ketegangan peran
telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan defresi, terutama pada wanita.
d. Perubahan
fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti :
infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan
gangguan alam perasaan diantara obat-obatan tersebut terdapat obat
antihipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan
penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering disertai dengan defresi.
Defresi yang terdapat pada usia lanjut biasanya bersifat kompleks, karena untuk
menegakkan diagnosisnya sering melibatkan evaluasi dari kerusakan otak organik,
dan defresi klinik (Stiart & Sundeen, 1998)
C. RENTANG
RESPON
Rentang Respon
Sosial
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Menyendiri Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik
Diri Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan
Keterangan respon social :
1. Menyendiri ( Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu
cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2. Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan, dalam hubungaan sosial.
3. Bekerjasama (mutualism)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling Ketergantungan
(interdependence)
Merupakan kondisi saling
ketergantungan antara individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri ,sepi
,tidak adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6. Menarik diri
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
7. Ketergantungan ( dependence )
Terjadi bila seseorang gagal dalam
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara
sukses.
8. Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek individu tersebut tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
9. Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat
diandalkan.
10. Narcissism
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu.
Rentang Respon Emosional
Respon
Adaptif Respon Maladaptif
Kepekaan Reaksi Berduka Supresi Penundaan Defresi
Emosiaonal Takterkomplikasi Emosi Reaksi
berduka Mania
Keterangan Respon
Emosiaonal :
a.
Kepekaan emosional, mempengaruhi
dan berperan aktif dalam dunia internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa
orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.
b.
Reaksi berduka tak terkomplikasi,
terjadi sebagai respon terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang
menghadapi sesuatu kehilangan yang nyata serta terbenam dalam peroses
berdukanya.
c.
Supresi emosi, mungkin tampak
sebagai penyangkalan (denial terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatan
dengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif seeorang.
d.
Penundaan reaksi berkabung, adalah
ketidakadaan yang persisten respon emosional terhadap kehilangan. Ini dapat
terjadi pada awal proses berkabung, dan menjadi nyata pada pengunduran proses
mulai terjadi atau keduanya. Penundaan dan penolakan proses berduka kadang
terjadi bertahun-tahun.
e.
Defresi, suatu kesedihan atau
perasaan duka yang berkepanjangan dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai
fenomena, tanda, gejala sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit atau
klinik.
f.
Mania, ditandai dengan elepati alam
perasaan berkepanjangan atau mudah di singgung. Hipomania digunakan untuk
menggambarkan sindrom klinik serupa tetapi tidak separah mania atau episode
manik. (Stuart dan sundeen, 1998).
D. TANDA
DAN GEJALA MENARIK DIRI
Tanda dan gejala pada pasien dengan menarik diri
menurut Keliat (1998) adalah :
1.
Aptis,
ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri),
klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada, pasien
tidak nampak bercakap-cakap dengan pasien lain atau perawat.
4. Tidak ada kontak mata
5. Pasien lebih sering menunduk
6. Berdiam diri dikamar atau tempat terpisah.
Pasien kurang mobilitasnya
7. Menolak berhubungan dengan orang lain
8. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
9. Kurang harga diri
10. Jika ditanya jawabanya singkat
1.
Aspek Fisik
a. Makan dan minum kurang
b. Tidur kurang atau
terganggu
c. Penampilan diri kurang
d. Keberanian kurang
2. Aspek Emosi
a. Bicara tidak jelas,
merengek, menangis seperti anak kecil
b. Merasa malu atau
bersalah
c. Mudah panic dan
tiba-tiba marah
3. Aspek Sosial
a. Duduk menyendiri
b. Selalu tunduk
c. Tampak melamun
d. Tidak peduli lingkungan
e. Menghindar dari orang
lain
f. Tergantung pada orang
lain
4. Aspek Intelektual
a. Putus asa
b. Merasa sendiri, tidak
ada sokongan, kurang percaya diri
E. PROSES
TERJADINYA MASALAH
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa
tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk
melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid).
Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab
kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu
sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri
dari
keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
F. POHON
MASALAH
G.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Secara
teori, kurangnya stimulasi, kasih sayang dan kehangatan dari ibu (pengasuh)
pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya.
2. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor
pendukung gangguan jiwa.
3. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial dapat terjadi, salah
satunya pada tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
b. Faktor Presipitasi
Stressor psikologis seperti
intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah
kerusakan hubungan sosial menarik diri
c. Prilaku
Tingkah laku klien menarik diri:
Kurang spontan
Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Ekspresi wajah kurang berseri
Afek tumpul
Tidak merawat dan memperhatikan
kebersiha diri
Komunikasi verbal
menurun/ tidak ada.
d. Fisik
ADL (Aktiviti Daily Life), Masalah
nutrisi, kebersihan diri, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas
fisik yang menurun akan muncul pada klien dengan menarik diri.
e. Status
emosi
Afek tidak sesuai merasa bersalah
dan malu, sikap negatif yang curiga, rendah diri dan kecemasan berat.
f. Status social
Menarik diri dan tidak percaya pada
orang lain.
2. Diagnosa
Keperawatan
Perubahan
sensasi presepsi ; halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan
orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat
dicegah
Tujuan
Khusus :
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
Bina
hubungan saling percaya :
1. Sikap
terbuka dan empati
2. Terima
klien apa adanya
3. Sapa klien
dengan ramah
4. Tepati
janji
5. Jelaskan
tujuan pertemuan
6. Pertahankan
kontak mata selama interaksi
7. Penuhi
kebutuhan dasar klien saat itu
TUK 2 : Klien dapat mengenal
perasaan yang menyatakan perilaku menarik
diri
Intervensi
1. Kaji
pengetahuan klien tentang menarik diri
2. Beri
kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
3. Diskusikan
bersama klien tentang prilaku menarik dirinya
4. Beri pujian
terhadap kemampuan klien mengungkapkannya
TUK 3 : klien dapat mengetahui
keuntungan berhubungan dengan orang lain
Intervensi
1. Diskusikan
tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
2. Dorong
klien untuk menyebutkan kembali manfaat
berhubungan dengan orang lain
3. Beri pujian
terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan
orang lain
TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara bertahap
Intervensi
1. Dorong
klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang
lain
2. Dorong
dan Bantu klien berhubungan
dengan orang lainsecara bertahap antara lain:
a. klien –
perawat
b.
klien – perawat – perawat lain
c.
klien – perawat – klien lain
d.
klien – kecil (TAK)
e.
klien – keluarga
3. Libatkan
klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement
positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien
TUK 5 : Klien mendapatkan
dukungan keluarga dan berhubungan
dengan orang lain
Intervensi
a. Diskusikan
tentang manfaat berhubungan dengan anggota keluarga
b. Dorong
klien untuk mengemukakan perasaan tentang keluarga
c. Beri
reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya, manfaat berhubungan
dengan orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Stuart dan Sundeen, Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta,
1998
Townsen, C,.Marry, Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri, EGC, Jakarta, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar