A.
Pengertian Transplantasi
Transplantasi adalah
memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu orang ke orang lain
(Baratawidjaja, 2006).
Transplantasi adalah
pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si
penerima, dapat dibedakan menjadi:
1.
Autotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri.
2.
Homotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang
lain.
3.
Heterotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies
lainnya.
Ada dua komponen
penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1.
Eksplantasi,
yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2.
Implantasi,
yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting
yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1.
Adaptasi
donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan
kekurangan jaringan / organ.
2.
Adaptasi
resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh
baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk
berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
B. Jenis-Jenis Transplantasi
Kini telah dikenal beberapa jenis
transplantasi atau pencangkokan, baik berupa sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut (Guyton: 2007):
1. Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat
ketempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi
2.
Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh
ketubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga
3.
Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh
ketubuh lain yang identik, misalnya pada gambar identik
4.
Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain
yang tidak sama spesiesnya.
C.
Reaksi Penolakan
Terjadi oleh sel T helper (Saat ini disebut CD4+)
resipien yang mengenal antigen MHC allogenic. Sel T helper merangsang sel Tc (T
citotoxic atau CD8+) mengenal antigen MHC allogenic untuk membunuh sel sasaran.
Sel T helper melalui Limfokin menyebabkan Makrofag dikerahkan akibatnya
kerusakan jaringan target. Reaksi yang terjadi mirip dengan Hipersensitivitas
tipe IV (Gell dan Coombs) (Kates: 2002): Tipe Reaksi penolakan:
1. Tipe Reaksi Penolakan Transplantasi
Rejeksi Hiperakut : Reaksi
penolakan yang terjadi dalam 24 jam setelah transplantasi.
2. Rejeksi Akut : Reaksi terlihat pada resipien yang
sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap transplan pada penolakan umum
allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang efektif.
3. Rejeksi Kronis : Hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan
secara perlahan beberapa bulan-tahun sesudah organ berfungsi normal dan
disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap antigen transplan atau oleh sebab intoleransi
terhadap sel T.
Immunosupressan
Walaupun HLA agak mirip, namun sistem imun resipien
dapat berbeda dalam
penerimaannya akibatnya dapat terjadi penolakan. Penolakan terjadi setelah
beberapa minggu transplantasi. Pemberian Immunosupressan mampu menekan reaksi
penolakan ini. Efek negatif : Menekan reaksi imun keseluruhan dan menekan imun
terhadap infeksi dari luar. Obat Imunosupressan : Kortikosteroid (misalnya
prednison), Azatioprin, Takrolimus, Mikofenolat mofetil, Siklosporin,
Siklofosfamid, Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit dan terakhir
Antibodi monoclonal (Baratawidjaja: 2006).
Kompleks Histokompatibilitas Utama
Kompleks Histokompabilitas menurut (bahasa Inggris: major histocompatibility complex atau MHC) adalah sekumpulan gen
yang ditemukan pada semua jenis
vertebrata. Gen tersebut terdiri dari ± 4 juta bp yang
terdapat di kromosom nomor 6
manusia dan lebih dikenal sebagai kompleks antigen leukosit manusia
(HLA). Protein MHC yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T. (David, 2004).
Struktur protein MHC
a. Protein MHC kelas I
Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan
sel berinti. Protein ini bertugas mempresentasikan antigen peptida
ke sel T sitotoksik (Tc)
yang secara langsung akan menghancurkan sel yang mengandung antigen asing
tersebut. Protein MHC kelas I terdiri dari dua polipeptida ,
yaitu rantai membrane integrated alfa (α)
yang disandikan oleh gen MHC pada
kromosom nomor
6, dan non-covalently associated beta-2
mikroglobulin (β2m). Rantai α akan melipat dan
membentuk alur besar antara
domain α1
dan α2 yang menjadi tempat penempelan molekul MHC dengan antigen protein. Alur tersebut
tertutup pada pada kedua ujungnya dan peptida
yang terikat sekitar 8-10
asam amino. MHC kelas satu juga memiliki dua α heliks yang
menyebar di rantai beta sehingga
dapat berikatan dan berinteraksi dengan reseptor sel
T. (Pandjassarame, 2009)
b.
Protein MHC kelas II
Protein MHC kelas I terdapat pada permukaan sel B, makrofag, sel dendritik, dan beberapa sel
penampil (antigen presenting cell atau
APC) khusus. Melalui protein MHC kelas II inilah, APC dapat mempresentasikan
antigen ke sel-T penolong (Th) yang akan
menstimulasi reaksi inflamatori
atau respon antibodi. MHC
kelas II ini terdiri dari dua
ikatan non kovalen polipeptida integrated-membrane yang
disebut α dan β. Biasanya, protein ini akan berpasangan untuk memperkuat
kemampuannnya untuk berikatan dengan
reseptor sel T. Domain α1 dan β1 akan membentuk tempat untuk
pengikatan MHC dan antigen (Anthony, 2007).
c.
Gen
MHC dan polimorfisme
Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom nomor 6 dan terbagi menjadi dua kelas gen, yaitu
kelas I untuk MHC I dan kelas II untuk MHC II. Kelompok gen yang termasuk kelas
I terdiri dari tiga lokus mayor
yang disebut B, C, dan A, serta beberapa lokus minor
yang belum diketahui. Setiap lokus mayor menyandikan satu polipeptida tertentu.
Pada gen pengkode rantai alfa, terdapat banyak alel atau
dengan kata lain bersifat
polimorfik. Rantai beta-2-mikro globulin dikodekan
oleh gen yang terletak di luar kompleks gen MHC, namun apabila terjadi
kecacatan pada gen tersebut maka antigen kelas I tidak bisa dihasilkan dan
dapat terjadi defisiensi
sel T sitotoksik. Kompleks gen kelas II terdiri dari tiga lokus
yaitu DP, DQ, dan DR yang masing-masing mengkodekan satu rantai alfa atau beta.
Rantai polipeptida yang
dihasilkan akan saling berikatan dan membentuk antigen kelas
II. Seperti halnya antigen kelas II, antigen kelas II juga bersifat polimorfik (unik)
karena lokus DR dapat terdiri atas lebih dari satu macam gen penyandi rantai
beta fungsional (Abdul, 2009).
D.
Respon Imun Pada Transplantasi
Organ atau Jaringan
Masalah utama: Pada transplantasi à perbedaan genetik diantara jaringan/tissue atau
organ yang di transplantasi. Perbedaan ini dapat dibagi 4:
1.
Autograf
Transplantasi jaringan
dari satu bagian tubuh ke bagian lain pada orang yang sama, tidak dianggap
asing oleh sistem imun, tidak menyebabkan masalah kekebalan tubuh, variasi
genetik tidak ada dan molekul major histocompatibility complex (MHC) dapat
mengenal jaringan atau organ yang baru sebagai “ sendiri”
2. Allograf
Pencangkokan yang umum, dari satu organisme ke organisme lain
berasal dari spesies yang sama, walaupun demikian mereka mempunyai latar belakang genetik berbeda.
Molekul-molekul MHC penerima akan
mengenal bagian cangkokan sebagai benda asing, memberitahu sistem kekebalan tubuh untuk menolaknya.
3. Isograf
Transplantsi jaringan atau
organ dari donor yang secara genetik identik dengan resipien atau jaringan dari
individu
4. Xenograf
Pencangkokan satu spesies
suatu organisme ke spesies lain. Masalah: Variasi
genetik yang terlalu besar di antara dua organisme tersebut. Menimbulkan penolakan
yang sangat cepat ke jaringan-jaringan asing atau organ yang berasal dari respon sel dibantu oleh Ig.M.
Gagasan untuk pencangkokan dari hewan ke manusia, masalah: seperti penyakit, ukuran organ
dan perdebatan etis. 1999 di, Inggris eksperimen pencangkokan hati babon ke manusia, mengakibatkan
terinfeksi virus yang berasal dari babon tersebut.
E. Sistem
Kekebalan / Imun & Pencangkokan
Keberhasilan pencangkokan
organ terletak pada kendali sistem imun untuk mengizinkan proses adaptasi pencangkokan tersebut, dan mencegah proses penolakan. Gen-gen merupakan alasan utama pengenalan antigen-antigen asing.
Major Histocompatibility
Complex (MHC), berada pada lengan pendek kromosom 6. Gen-gen MHC manusia mencerminkan
molekul-molekul permukaan sel: disebut alloantigen dikenal sebagai HLA
Molekul-molekul permukaan
sel bersifat bersifat polimorfik & memungkinkan sistem imun untuk mengenal antigen sendiri dan asing. Gen-gen MHC,
diwariskan menurut model Mendelian klasik, terdiri dari MHC kelas I dan MHC
kelas II.
F. HLA
(Histocompatibility Antigen)
HLA kelas I: HLA-A, HLA-B & HLA-C ditemukan pada semua permukaan sel.
HLA kelas I mengikat antigen protein asing, termasuk jaringan/tissu yang dicangkok,
dikenal oleh sel T antigen-spesifik.
Molekul MHC/HLA kelas I Biasanya dikenal oleh CD8+ sel T sitotoksik.
HLA kelas II : (HLA-DR,HLA-DP, HLA-DQ), ditemukan hanya pada sel-sel yang
mengenali antigen seperti limfosit B, makrofag, sel-sel dendrit
dari organ-organ limfoid. Molekul HLA kelas II dipercaya memegang peranan dominan
G. Penolakan
Penolakan
dari pencangkokan à proses dari sistem imun si
penerima pencangkokan menyerang organ/jaringan/tissu yang dicangkok.
Sebab sistem imun normal
& sehat dapat
membedakan organ/jaringan/tissu asing untuk menghancurkan
mereka. Seperti sistem organisme menghancurkan
bakteri dan virus yang menginfeksinya
Antigen
MHC/HLA alasan utama penolakan secara genetik dari penerima cangkokan terhadap
organ/jaringan asing. Alloantigen ini dibawa ke sel T oleh HLA kompleks yang menentukan
kecepatan penolakan ini akan terjadi.
Klasifikasi Penolakan :
1.
Hiper-akut:
Respon mediasi
komplemen pada penerima dengan antibodi yang telah ada pada donor
(antibodi tipe darah ABO) terjadi dalam
hitungan menit sehingga cangkokan tersebut harus segera dibuang
mencegah respons inflamasi sistemik yang parah.
2.
Akut:
Umumnya terjadi 5-10
hari setelah pencangkokan, dan dapat menghancurkan
cangkokan tersebut.
Obat penekan sistem imun sangat
efektif mencegah tipe penolakan ini. Hal ini berhasil
60-75% pencangkokan
ginjal pertama. 50-60% pada pencangkokan hati.
3.
Penolakan Kronis
Penolakan
jangka panjang diakibatkan oleh respons imun alloreaktif penerima.
Hal ini dapat
terjadi pada semua tipe cangkokan seperti pengcangkokan
jantung, paru, ginjal dll
Mekanisme Penolakan
Sel
T berpranan utama utama dalam
proses penolakan.
Setelah distimulasi
efektor CD4+sel T
menghasilkan sitokin
(antara lain interleukin-interleukin yang menyediakan
signal untuk Sel T sitotoksik
dan sel T helper. IL-2 juga meningkatkan
ekspansi klonal sel T, yang membantu dalam
proses penolakan
Sitokin
yang lain juga dihasilkan dalam proses Respons untuk mendeteksi antigen
asing.
Pengenalan antgen
transplantasi oleh sel T Helper
disebut “allorecognition”.
H. Transplantasi
Ø Pencocokan Jaringan
Pencangkokan
jaringan dan organ merupakan suatu proses yang rumit. Dalam keadaan normal,
sistem kekebalan akan menyerang dan menghancurkan jaringan asing (keadaan ini
dikenal sebagai penolakan cangkokan). Untuk mengurangi beratnya penolakan
tersebut, maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki
kesesuaian yang semaksimal mungkin.
Untuk
mencapai tingkat kesesuaian yang semaksimal mungkin, dilakukan penentuan jenis
jaringan donor dan resipien.
Antigen adalah
zat yang dapat merangsang terjadinya suatu respon kekebalan, yang ditemukan
pada permukaan setiap sel di tubuh manusia. Jika seseorang menerima jaringan
dari donor, maka antigen pada jaringan yang dicangkokkan tersebut akan memberi
peringatan kepada tubuh resipien bahwa jaringan tersebut merupakan benda
asing.
3 antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut.
3 antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut.
Jaringan
lainnya memiliki berbagai antigen, sehingga penyesuaian menjadi lebih mungkin
terjadi. Sekelompok antigen yang disebut human leukocyte
antigen (HLA) merupakan antigen yang paling penting pada pencangkokan
jaringan lain selain darah. Semakin sesuai antigen HLAnya, maka kemungkinan
besar pencangkokan akan berhasil.
Biasanya
sebelum suatu organ dicangkokkan, jaringan dari donor dan resipien diperiksa
jenis HLAnya. Pada kembar identik, antigen HLAnya benar-benar sama. Pada orang
tua dan sebagian besar saudara kandung, beberapa memiliki antigen yang sama; 1
diantara 4 pasang saudara kandung memiliki antigen yang sama.
Ø Penekanan Sistem Kekebalan
Meskipun
jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak dikendalikan,
maka organ yang dicangkokkan biasanya ditolak.
Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Penolakan
bisa bersifat ringan dan mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan
progresif meskipun telah dilakukan pengobatan.
Penolakan
tidak hanya dapat merusak jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi juga
bisa menyebabkan demam, menggigil, mual, lelah dan perubahan tekanan darah yang
terjadi secara tiba-tiba.
Penemuan
obat-obatan yang dapat menekan sistem kekebalan telah meningkatkan angka
keberhasilan pencangkokkan.
Tetapi
obat tersebut juga memiliki resiko. Pada saat obat menekan reaksi sistem
kekebalan terhadap organ yang dicangkokkan, obat juga menghalangi perlawanan
infeksi dan penghancuran benda asing lainnya oleh sistem kekebalan.
Penekanan
sistem kekebalan yang intensif biasanya hanya perlu dilakukan pada
minggu-minggu pertama setelah pencangkokkan atau jika terlihat tanda-tanda
penolakan.
Berbagai
jenis obat bisa bertindak sebagai immunosupresan. Yang sering digunakan adalah
kortikosteroid (misalnya prednison); pada awalnya diberikan melalui infus
kemudian dalam bentuk obat yang diminum. Obat lainnya adalah:
1. Azatioprin
2. Takrolimus
3. Mikofenolat mofetil
4. Siklosporin
5. Siklofosfamid (terutama digunakan pada
pencangkokkan sumsum tulang)
6. Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit
7. Antibodi monoklonal.
Ø Pencangkokan Ginjal
Untuk
orang-orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi, pencangkokan ginjal merupakan
alternatif pengobatan selain dialisa dan telah berhasil dilakukan
pada semua golongan umur.
Ginjal
yang dicangkokkan kadang berfungsi sampai lebih dari 30 tahun. Orang-orang yang
telah berhasil menjalani pencangkokkan ginjal biasanya bisa hidup secara normal
dan aktif.
Transplantasi
merupakan operasi besar karena ginjal dari donor harus disambungkan dengan
pembuluh darah dan saluran kemih resipien.
Lebih dari duapertiga transplantasi berasal dari donor yang sudah meninggal, yang biasanya merupakan orang sehat yang meninggal karena kecelakaan. Ginjal dikeluarkan dari tubuh donor, didinginkan dan segera dibawa ke rumah sakit untuk dicangkokkan kepada seseorang yang memiliki jenis jaringan yang asama dan seru darahnya tidak mengandung antibodi terhadap jaringan.
Lebih dari duapertiga transplantasi berasal dari donor yang sudah meninggal, yang biasanya merupakan orang sehat yang meninggal karena kecelakaan. Ginjal dikeluarkan dari tubuh donor, didinginkan dan segera dibawa ke rumah sakit untuk dicangkokkan kepada seseorang yang memiliki jenis jaringan yang asama dan seru darahnya tidak mengandung antibodi terhadap jaringan.
Meskipun
telah digunakan obat-obatan untuk menekan sistem kekebalan, tetapi segera
setelah pembedahan dilakukan, bisa terjadi satu atau beberapa episode
penolakan. Penolakan ini bisa menyebabkan:
§ Peningkatan berat badan akibat penimbunan
cairan
§ Demam
§ Nyeri dan pembengkakan di daerah tempat ginjal
dicangkokkan.
Pemeriksaan
darah mungkin menunjukkan adanya kemunduran fungsi ginjal. Untuk memperkuat
diagnosis penolakan, bisa dilakukan biopsi jarum (pengambilan contoh
jaringan ginjal dengan bantuan sebuah jarum untuk diperiksa dengan
mikroskop).
Penolakan
biasanya bisa diatasi dengan menambah dosis atau jumlah obat immunosupresan.
Jika penolakan tidak dapat diatasi, berarti pencangkokkan telah gagal. Ginjal
yang ditolak bisa dibiarkan di dalam tubuh resipien, kecuali jika:
§ Demam terus menerus
§ Air kemih mengandung darah
§ Tekanan darah tetap tinggi.
Jika
pencangkokkan gagal, maka harus segera kembali dilakukan dialisa. Upaya
pencangkokkan berikutnya bisa dilakukan setelah penderita benar-benar pulih dari
pencangkokkan yang pertama.
Kebanyakan
episode penolakan dan komplikasi lainnya terjadi dalam waktu 3-4 bulan setelah
pencangkokkan. Obat immunosupresan tetap diminum karena jika dihentikan bisa
menimbulkan reaksi penolakan. Pemberian obat immunosupresan dihentikan jika
timbul efek samping atau infeksi yang berat.
Resiko
terjadinya kanker pada penerima ginjal adalah 10-15 kali lebih besar bila dibandingkan
dengan populasi umum.
Resiko
terjadinya kanker sistem getah bening adalah sekitar 30 kali lebih besar
daripada normal, hal ini terjadi kemungkinan karena telah terjadi penekanan
terhadap sistem kekebalan
Ø Pencangkokan Hati
Penderita
penyakit ginjal memiliki alternatif pengobatan dialisa, tetapi tidak demikian
halnya dengan penderita penyakit hati yang berat. Jika hati sudah tidak
berfungsi lagi, maka satu-satunya pilihan pengobatan adalah pencangkokkan
hati.
Angka
keberhasilan transplantasi hati lebih rendah daripada transplantasi ginjal,
tetapi 70-80% resipien bertahan hidup minimal selama 1 tahun.
Mereka
yang bertahan hidup kebanyakan adalah resipien yang hatinya telah mengalami
kerusakan akibat sirosis bilier primer, hepatitis atau pemakaian
obat yang merupakan racun bagi hati.
Tansplantasi
hati sebagai pengobatan untuk kanker hati jarang berhasil. Kanker biasanya
kembali tumbuh pada hati yang dicangkokkan atau pada organ lainnya dan kurang
dari 20% resipien yang bertahan hidup selama 1 tahun.
Yang
mengejutkan adalah bahwa reaksi penolakan pada transplantasi hati tidak sehebat
reaksi penolakan pada transplantasi organ lainnya (seperti ginjal dan jantung).
Tetapi setelah pembedahan harus diberikan obat immunosupresan.
Jika
resipien mengalami pembesaran hati, mual, nyeri, demam, sakit kuning atau
terdapat kelainan fungsi hati (yang diketahui dari hasil pemeriskaan darah),
maka bisa dilakukan biposi jarum. Hasil biopsi akan membantu menentukan
apakah hati yang dicangkokkan telah ditolahk dan apakah dosis obat
immunosupresan harus ditingkatkan.
Ø Pencangkokan Jantung
Beberapa
puluh tahun yang lalu tidak mungkin dilakukan, tetapi saat ini transplantasi jantung
telah menjadi kenyataan. 95% resipien bisa lebih baik dalam melakukan olahraga
dan kegiatan sehari-hari; lebih dari 70% resipien yang kembali bekerja.
Transplantasi
jantung dilakukan pada penderita penyakit jantung yang paling serius dan tidak
dapat diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan lainnya.
Setelah
pembedahan, kepada resipien perlu diberikan obat immunosupresan. Reaksi
penolakan terhadap jantung biasanya berupa demam, lemah dan denyut jantung yang
cepat atau abnormal.
Jantung yang tidak berfungsi dengan baik bis amenyebabkan tekanan darah rendah, pembengkakan dan penimbunan cairan di dalam paru-paru.
Penolakan yang sifatnya sangat ringan mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi bisa terlihat adanya perubahan pada EKG.
Jantung yang tidak berfungsi dengan baik bis amenyebabkan tekanan darah rendah, pembengkakan dan penimbunan cairan di dalam paru-paru.
Penolakan yang sifatnya sangat ringan mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi bisa terlihat adanya perubahan pada EKG.
Jika
diduga telah terjadi penolakan, biasanya dilakukan biopsi. Jika ternyata
terbukti telah terjadi penolakan, maka dilakukan penyesuaian dosis obat
immunosupresan.
Hampir
separuh kematian pada resipien jantung disebabkan oleh infeksi. Komplikasi
lainnya adalah aterosklerosis yang timbul pada arteri koroner dari
25% resipien.
Ø Penjangkokan Paru-Paru & Jantung-Paru
Beberapa
tahun terakhir ini, transplantasi paru-paru telah menunjukkan kemajuan yang
pesat. Biasanya hanya 1 paru-paru yang dicangkokkan, tetapi kadang dilakukan transplantasi
kedua paru-paru.
Jika
penyakit paru-paru juga telah menyebabkan kerusakan pada jantung, kadang
transplantasi paru-paru digabungkan dengan transplantasi jantung.
Transplantasi
paru-paru harus dilakukan segera setelah paru-paru diperoleh karena proses pengawetannya
sulit.
Paru-paru
bisa berasal dari donor hidup maupun donor yang baru meninggal. Dari donor
hidup, hanya 1 paru-paru yang bisa diambil dan biasanya hanya 1 lobus yang
didonorkan.
80-85%
resipien bertahan hidup minimal selama 1 tahun dan sekitar 70% bertahan hidup
selama 5 tahun. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada
resipien:
§ Infeksi
§ Penyembuhan yang jelek pada titik persambungan
saluran udara
§ Penyumbatan saluran udara akibat pembentukan
jaringan parut
§ Penutupan saluran udara yang kecil (merupakan
komplikasi lanjut yang bisa menjadi pertanda adanya penolakan yang terjadi
secara bertahap).
Penolakan
terhadap transplantasi paru-paru sulit untuk diketahui, dinilai dan diobati.
Pada lebih dari 80% resipien, penolakan terjadi dalam beberapa bulan setelah
pembedahan.
Penolakan
bisa menyebabkan demam, sesak nafas dan lemah (kelemahan terjadi akibat berkurangnya
oksigen dalam darah). Penolakan diatasi dengan melakukan penyesuaian dosis
obat immunosupresan.
Ø Pencangkokan Pankreas
Transplantasi
pankreas hanya dilakukan pada penderita diabetes tertentu. Tujuan dari
pencangkokkan adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes dan terutama
untuk mengontrol kadar gula darah secara lebih efektif.
Penelitian
telah menunjukkan bahwa transplantasi pankreas dapat memperlambat atau
menghilangkan komplikasi dari diabetes. Tetapi kebanyakan penderita tidak cocok
menjalani transplantasi dan transplantasi biasanya hanya dilakukan pada
penderita yang kadar gula darahnya sangat sulit dikendalikan serta penderita
yang belum mengalami komplikasi yang serius.
Lebih
dari 50% resipien memili kadar gula darah yang normal dan seringkali tidak perlu
menggunakan insulin lagi. Resipien harus mengkonsumsi obat immunosupresan
karena itu mereka memiliki resiko mengalami infeksi dan komplikasi
lainnya.
Ø Pencangkokan Sumsum Tulang
Pencangkokkan
sumsum tulang pertama kali digunakan sebagai bagian dari
pengobatanleukemia, limfoma jenis tertentu dan anemia
aplastik.
Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin meningkat, maka pemakaian pencangkokkan sumsum tulang sekarang ini semakin meluas. Pencangkokkan sumsum tulang dilakukan pada wanita penderita kanker payudara dan anak-anak yang menderita kelainan genetik tertentu.
Jika penderita kanker menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran, maka sel-sel penghasil darah yang normal di dalam sumsum tulang juga bisa dihancurkan bersamaan dengan sel-sel kanker. Tetapi kadang pada saat menerima kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu, penderita kanker bisa menerima terapi penyintaran dan kemoterapi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin meningkat, maka pemakaian pencangkokkan sumsum tulang sekarang ini semakin meluas. Pencangkokkan sumsum tulang dilakukan pada wanita penderita kanker payudara dan anak-anak yang menderita kelainan genetik tertentu.
Jika penderita kanker menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran, maka sel-sel penghasil darah yang normal di dalam sumsum tulang juga bisa dihancurkan bersamaan dengan sel-sel kanker. Tetapi kadang pada saat menerima kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu, penderita kanker bisa menerima terapi penyintaran dan kemoterapi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Jenis HLA
resipien harus menyerupai jenis HLA donor, karena itu biasanya donor berasal
dari keluarga dekat. Prosedurnya sendiri adalah sederhana. Biasanya dalam
keadaan terbius total, sumsum tulang diambil dari tulang panggul donor dengan
bantuan sebuah jarum. Kemudian sumsum tulang tersebut disuntikkan ke dalam vena
resipien. Sumsum tulang donor berpindah dan berakar di dalam tulang resipien
dan sel-selnya mulai membelah. Pada akhrinya, jika semua berjalan lancar,
seluruh sumsum tulang resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang
baru.
Namun,
prosedur transplantasi sumsum tulang memiliki resiko karena sel darah putih
resipien telah dihancurkan oleh terapi radiasi dan kemoterapi.
Sumsum
tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu untuk menghasilkan
sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi resipien terhadap
infeksi.
Resiko
lainnya adalah penyakit graft-versus-host), dimana sumsum tulang yang baru
menghasilkan sel-sel aktif yang secara imunologis menyerang sel-sel
resipien.
Ø Transplantasi Organ Lainnya
Orang
yang mengalami luka bakar yang sangat luas atau kerusakan kulit luas lainnya
bisa menjalani pencangkokkan kulit (skin graft).
Cara terbaik untuk melakukan skin graft adalah dengan mengambil kulit yang sehat dari bagian tubuh lainnya dan mencangkokkannya pada bagian tubuh yang memerlukan. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, untuk sementara waktu bisa diambil kulit dari donor atau hewan (misalnya babi) sampai tumbuhnya kulit baru yang normal.
Cara terbaik untuk melakukan skin graft adalah dengan mengambil kulit yang sehat dari bagian tubuh lainnya dan mencangkokkannya pada bagian tubuh yang memerlukan. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, untuk sementara waktu bisa diambil kulit dari donor atau hewan (misalnya babi) sampai tumbuhnya kulit baru yang normal.
Tulang
rawan kadang dicangkokkan pada anak-anak, biasanya untuk memperbaiki kelainan
pada telinga atau hidung. Kartilago donor jarang diserang oleh sistem kekebalan
tubuh resipien.
Pada
transplantasi tulang, biasanya bahan tulang diambil dari bagian tubuh lainnya
untuk dicangkokkan pada bagian tubuh yang memerlukan.
Transplantasi tulang dari donor tidak dapat bertahan, tetapi bisa merangsang pertumbuhan tulang baru dan merupakan jembatan serta stabilisator yang baik sampai terbentuknya tulang yang baru.
Transplantasi tulang dari donor tidak dapat bertahan, tetapi bisa merangsang pertumbuhan tulang baru dan merupakan jembatan serta stabilisator yang baik sampai terbentuknya tulang yang baru.
Transplantasi
usus halus masih bersifat coba-coba dan bisa dilakukan pada orang-orang yang
ususnya telah mengalami kerusakan akibat penyakit atau ususnya sudah tidak
dapat berfungsi dengan baik.
I.
Masalah Etik dan Moral dalam
Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam
usaha transplantasi adalah :
1.
Donor Hidup
Adalah orang yang
memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum
memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko
yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk
kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah
dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami
tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor
hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2.
Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang
semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh – sungguh untuk
memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah
meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan
apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari
dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga
donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya
mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan
ditransplantasikan
3.
Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga
donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan
menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di
kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu
penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila
dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah
pihak.
4.
Resipien
Adalah orang yang
menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita
mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau
meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua
hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan
transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan
resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas
dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk
transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan
orang banyak di masa yang akan datang.
5.
Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu
transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien,
maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin
akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan
emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah
menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan
demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi
oleh pertimbangan – pertimbangan kepentingan pribadi.
6.
Masyarakat
Secara tidak sengaja
masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana
dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk
mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang
segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
J.
Transplantasi Ditinjau dari Aspek
Hukum
Pada saat ini peraturan
perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981,
tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat
atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah
Pasal
10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan
Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya
yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal
14
Pengambilan alat atau
jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban
kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga
terdekat.
Pasal
15
Sebelum persetujuan
tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon
donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh
dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi,
akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya
harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari
sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal
16
Donor atau keluarga
donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun
sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal
17
Dilarang memperjual –
belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal
18
Dilarang mengirim dan
menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negri
K.
Hukum Transplantasi Menurut Islam
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam,
ada yang mendukung dan ada pula yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam
pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa sumber yaitu dari
Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
1. Transplantasi organ ketika masih hidup.
Pendapat 1: Hukumnya
tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis
(pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil1: Firman
Allah SWT “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu“ ( Q.S.An-Nisa’:4:29) dan Firman Allah SWT “Dan Janganlah
kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang
manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ
tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian,
manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya
seluruhnya,karena pemilik organ tubuh manusia Adalah Allah swt.
Pendapat 2: Hukumnya
ja’iz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.
Dalil 2: Seseorang
yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan hidupnya
merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah
swt “ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah
kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (Qs.Al-ma’idah
2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara
pribadi namun memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan
tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk
mengambil manfa’at dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada kehancuran,
kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa’ 29 dan al-Baqarah 95). Oleh
karena itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan
pekerjaan yang mubah (boleh) dengan dalil
2. Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.
Pendapat: Melakukan
transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam
keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil:
Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan
merupakan perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh
melakukan pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan”
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan
penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada
ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya
sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien
.
3.
Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
Pendapat 1: Hukumnya
Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan
hal yang terlarang.
Dalil: Ada
beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu:
“Mematahkan
tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang tersebut ketika ia masih hidup”
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah
milik manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu
manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya
Boleh.
Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan
bahwa “Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka
dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan melakukan
perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat”.
Selama dalam pekerjaan transplantasi
itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.
Alasan Dasar Pandangan-Pandangan
Transplantasi Organ.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena
karakter fikih dalam Islam, pendapat yang muncul tak hanya satu tapi beragam
dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski
menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini akan disampaikan
beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang mendukung dan
menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:
·
Pandangan
yang menentang pencangkokan organ.
Ada
tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a) Kesucian hidup/tubuh manusia.
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia
dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur’an.
Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang
sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat, “Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama
berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih
hidup”
b) Tubuh manusia adalah amanah.
Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan
miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena
itu manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.
c)
Tubuh
tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh
seseorang untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain, disini tubuh dianggap
sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa
mengurangi ketubuh seseorang.
·
Pandangan
yang mendukung pencangkokan organ.
Ada
beberapa dasar, antara lain:
a) Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada
dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski
demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu,
yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia yang mendapat bobot amat
tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang
mesti diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada
alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup
tinggi ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3)
penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan ( informed consent )
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk
membantu manusia lain khususnya sesama muslim, pendonoran organ secara sukarela
merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si
donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya dianjurkan.
Ada kenyataan yang memperlihatkan bila penerima
transplantasi organ harus mengonsumsi obat tertentu di
sepanjang hidup mereka untuk menghindari penolakan alami tubuh terhadap organ
asing, dan tindakan pencegahan ini berisiko tinggi mengidap kanker dan
menderita infeksi. Tetapi nampaknya hal tersebut hanya salah satu konsekuensi
dari transplantasi. Bersamaan dengan perubahan organik, penerima organ
nampaknya juga menerima warisan sifat dari pendonor.
Dalam beberapa hal, fenomena ini nampak sangat
jelas, pasien transplantasi merasa “seperti orang asing dalam tubuh mereka
sendiri”. Itu adalah kata-kata yang mengejutkan dari pasien transplantasi yang
menyuarakan keinginan (pasca transplantasinya) terhadap bir besar, walaupun
sebelumnya dia tidak pernah mengonsumsi minuman alkohol.
Baginya, perasaan seperti orang asing dalam tubuhnya
adalah sebelum menjalani transplantasi, dia menggemari musik klasik, namun
setelah transplantasi dia lebih menyukai musik rap, sesuatu yang tidak pernah
dibayangkan sebelumnya. Saat ini dia meratapi perasaan seperti orang asing di
dalam kulitnya sendiri.
Seorang pasien transplantasi laki-laki tanpa nama
telah mengatakan, “Saya merasa seolah-olah bedah transplantasi telah
menyerahkan tubuh saya kepada jiwa yang asing-perasaan saya, cara saya
bertindak, cara saya merasakan berbagai hal, pemikiran dan keinginan saya-
semuanya berubah, seolah-olah ada dua jiwa yang menetap di tubuhku.”
Keluarganya mengulas bagaimana dia telah kehilangan
kepribadian, karakter, kebiasaan, dan kegemarannya. Sementara seorang pasien
transplantasi dapat melanjutkan hidupnya setelah operasi, kepribadiannya
praktis tidak dikenali lagi oleh orang-orang terdekatnya, dan bahkan oleh
dirinya sendiri.
Dr. Paul Pearsall secara sistematis mendokumentasikan
penemuan-penemuan semacam ini dari penerima transplantasi organ dan
membandingkannya dengan kepribadian pendonor. Dia menemukan bahwa perubahan
kepribadian benar-benar merupakan penjelmaaan karakteristik sifat kepribadian
pendonor. Belum ada teori yang dirumuskan yang akan memuaskan penjelasan
fenomena ini, dimana jiwa tersusun secara konkret, barangkali karena mayoritas
ilmuwan bagaimanapun akan menolak riset semacam ini.
Walaupun banyak fenomena yang terjadi tidak mudah
dihilangkan, nampaknya kita harus menunggu lebih lama, sampai seseorang datang
dengan kesimpulan yang lebih pasti yang akan memaksa masyarakat ilmiah dan
publik mengenali kebenaran fenomena ini.
Potensi berbahaya yang tak terukur
Terlepas dari “tingkat kejadian” gejala dan konsekuensi
asing semacam itu, transplantasi organ terus berlangsung, dengan catatan,
mereka harus melaksanakan transplantasi tanpa tekanan keuangan, kelompok sosial
atau kelompok khusus, atas kemauan sendiri, dan dengan persetujuan pendonor.
Pada akhirnya, satu individu, kelompok minat khusus
yang bebas dari hal semacam itu muncul ke permukaan: pasien dengan harta
melimpah yang memiliki naluri bertahan hidup yang luar biasa besar. Pasar ini
berkontribusi langsung terhadap keinginan mendapatkan organ tubuh dengan biaya
sebesar apapun, tidak terikat dari mana organ itu berasal: apakah mereka
mendonorkan secara sukarela, atau diperoleh secara tidak pantas. Atau
barangkali organ berasal dari warganegara yang, dalam keputusasaan, menjual
organ tubuhnya ke pedagang tak bermoral, dengan demikian melakukan pelanggaran
besar dengan mendukung pasar gelap, perdagangan kriminal. Persetujuan atas
pelaksanaan transplantasi organ, tidak disangsikan dapat memperpanjang hidup
seseorang yang tak terhitung jumlahnya, tetapi ada pertimbangan menyentuh lain.
Penerimaan masyarakat terhadap praktek -melindungi organ asing- telah
menciptakan jalan untuk ‘memaklumi’ perdagangan ilegal organ tubuh.
Bahkan
negara-negara industri Barat tidak dapat menghindari penyingkapan sumber dari
semua organ secara menyeluruh, meskipun undang-undang telah melakukan yang
terbaik untuk memenuhi segala aspek. Dalam banyak hal, penjualan, sumber, dan
pengadaan organ mempermudah kelanjutan perdagangan organ ilegal, memungkinkan
untuk terus tumbuh di skala internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar